Kamis, 08 November 2012

Aliran Sesat

Oleh: KH Husin Naparin Lc MA
DI era keterbukaan sekarang, aktivitas dakwah relatif berjalan lancar dan berbagai nilai Islam mendasar leluasa disuarakan, tetapi di sisi lain muncul pula aliran-aliran yang berseberangan dengan akidah dan syariah Islam.

Ulama sebagai pewaris Nabi, memikul tanggung jawab besar dalam membimbing umat untuk tetap istiqamah menjalankan nilai-nilai Islam yang benar, sebagaimana diajarkan baginda Rasul SAW.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah para ulama plus zu’ama dan cendekiawan, mau tak mau, harus mengambil peran aktif menjaga nilai-nilai Islam dan melindungi umat dari paham dan aliran menyimpang; upaya pun telah dilakukan antara lain menetapkan “kriteria aliran sesat.”

Penetapan kesesatan suatu aliran atau kelompok berdasarkan pada Alquran, Hadits, ijma’ dan ijtihad serta pendapat ulama muktabar, dilakukan secara kolektif melalui rapat gabungan MUI (Dewan Pimpinan, Komisi Pengkajian dan Komisi Fatwa), bersifat responsif, proaktif dan antisipasif.

Dalam Bab IV Fatwa MUI 25 Syawwal 1428 H/6 November 2007 M, yang ditandatangani oleh Dewan Pimpinan MUI, Dr KH MA Sahal Mahfudh (Ketua Umum) dan Drs HM Ichwan Sam (Sekretaris Umum) ditetapkan bahwa suatu paham atau aliran keagamaan dinyatakan sesat apabila memenuhi salah satu dari kriteria berikut :

(1) Mengingkari salah satu dari rukun iman yang 6 (enam) yakni beriman kepada Allah SWT, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-Rasul-Nya, kepada hari Akhirat, dan kepada Qadla & Qadar; dan rukun Islam yang 5 (lima) yakni mengucapkan dua kalimah syahadat, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada Ramadhan, dan menunaikan Ibadah Haji;

(2) Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Alquran dan Sunah); (3) Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran; (4) Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran; (5) Melakukan penafsiran Alwuran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir; (6) Mengingkari kedudukan hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam;

(7) Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul; (8) Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir; (9) Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, salat fardhu tidak lima waktu; (10) Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan muslim hanya karena bukan kelompoknya.

Di kalangan masyarakat awam yang paling cepat berkembang dan menyebar adalah masalah salat, salat diubah atau bahkan dihapuskan, dimana seseorang bisa terbebas dari salat bila telah mencapai suatu derajat tertentu, yaitu ma’rifatullah yang hakiki (menginat Allah SWT dalam setiap kondisi). Menurut penalaahan, hal ini didorong antara lain :

1. keinginan taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT dengan mudah tanpa mengikuti syari’at yang digariskan ajaran Islam, bahkan ada yang membuat cara-cara tersendiri padahal ajaran Islam telah sempurna. (QS Al-Maidah 3). Pengakuan wushul (sampai) pada suatu derajat tertentu sehingga tidak lagi memerlukan syari’at, adalah pendekatan diri kepada Allah SWT yang salah, karena mengingat Allah SWT dalam Islam adalah melalui salat. Allah SWT berfirman: “Dirikanlah salat untuk mengingat-Ku.” (QS Thaha 14).

2. keinginan mencapai popularitas (hubbu asy-Syuhrah) sebagai orang yang telah mencapai makrifat sempurna dengan Allah SWT; hal ini keliru karena Nabi SAW yang memiliki makrifat sempurna sampai ke akhirat hayat selalu memelihara salat.

3. keinginan mendapatkan sumber pendapatan (ekonomi). Pemimpin ajaran ini biasanya memiliki suatu keistimewaan tertentu, seperti kepandaian tabib (pengobatan) dan mampu memberikan alternatif menjadi kaya. Syekh Abu Yazid Al-Bustami mengingatkan, kalau anda menyaksikan seseorang mampu terbang ke angkasa karena telah menjadi wali (kekasih) Allah SWT, anda jangan tertipu; lihat dulu bagaimana pengagungan orang itu terhadap syariat Allah SWT.

4. Faktor politik. Inilah yang paling berbahaya karena kalau salat, diubah bahkan dihapuskan, maka akan hancurlah Islam, karena salat adalah tiang agama. (*)